Selasa, 28 Juni 2011

Persahabatan Kuda dan Marbot


Oleh: Wahid Adha

Pada malam itu, tepatnya malam kepulanganku dari pondok nan jauh disana, aku bergegas menuju kamarku yang sudah lama kutinggalkan, kujatuhkan semua barangku, hingga kamarku telihat bagai kapal pecah. Sontak aku teringat janji temanku yang ingin mengatakan sesuatu yang penting ketika kami akan pulang ke rumah masing-masing. Segera kuambil laptop yang tergeletak di atas meja belajar dan langsung kubuka obrolan melalui akun facebookku di mana temanku telah berjanji akan memberitahu sesuatu yang penting dan ingin ia katakan kepadaku.

Tak lama kemudian langsung kutanyakan hal itu pada temanku, “Halo teman?” sapaku.

“Halo juga!” Jawabnya dengan santai.

Aku jadi bingung mendengar perkataannya, apakah dia lupa dengan janjinya, hingga aku tanyakan hal itu kepadanya.

“Mana janjimu tentang sesuatu yang penting yang ingin kau katakan?” Tanyaku dengan penasaran.

“Janji apa”?, kurasa aku tidak pernah menjanjikan sesuatu kepadamu!” Jawabnya dengan yakin.

Aku jadi bingung dan masih penasaran…

“Masa sih lupa?” Kembali kutanyakan tentang janji itu.

“Beneran… emang aku pernah bilang janji sama kamu?” jawabnya.

Akhirnya aku merasa sungkan untuk menanyakannya lagi dan berharap nanti ia akan ingat dan mengatakannya kepadaku, hingga malam itu kuakhiri obrolanku dengannya.

Aku masih penasaran dan bertanya-tanya dalam hatiku mengapa dia panggil saja “Faruq”, yang kuanggap sebagai teman baikku selama di pondok semudah itu melupakan janjinya.

Aku teringat ketika Faruq memberi nama panggilan padaku Kuda karena katanya lariku kencang seperti kuda, padahal namaku Azzam, jauh sekali pebedaannya. Akupun tak mau kalah, aku sering memanggil dia Marbot*, bukan karena dia sering bersih-bersih masjid, tapi cuman gara-gara dia dulu sering mengatakan, “Ane jadiin marbot nih!”, sampai akhirnya Ia sering kupanggil marbot.

Besoknya, aku tidak putus asa, kubuka lagi akun facebookku, sambil menunggu Faruq juga membuka akunnya. Kucoba melatih kata-kata yang akan kugunakan untuk bertanya kepadanya. Setelah menunggu sekitar 2 jam, baru aku melihat akun Faruq muncul. Aku yang telah siap menerbangkan kata-kata untuk bertanya tentang janjinya waktu itu jadi terkejut, karena belum sempat menuliskan sepatah kata pun padanya, ia duluan menyapa diriku, dan mengirimkan beberapa patah kata yang membuatku mati langkah, tetapi diriku senang melihatnya.
 “Hai Zam, sori ya kemarin, aku lupa tentang janjiku kemarin, kamu mau kan memaafkanku!” Katanya, Sesaat aku merasakan ternyata ia memang teman terbaikku.

“Gak apa-apa kok ruq…” Balasku, padahal aku mulai menggigil menunggu apa dia akan mengatakan janjinya padaku.

“Zam, aku hanya mau minta sesuatu darimu…?” Dia berkata sambil memohon padaku.

“Emang minta apa ruq? Kalau aku sanggup, pasti aku bantu kok!” Balasku dengan yakin.

“Beneran ya…! Aku berharap banget nih sama kamu!” Katanya sambil berharap diriku pasti membantunya.

“Iya deh, kasih tau dulu dong apa mau kamu minta?” Balasku dengan semangat

“Gini nih ceritanya, orang tuaku di rumah selalu marah-marahin aku, karena nilaiku yang selalu pas-pasan, ya kamu kan tau, aku cuman dapat peringkat 21 di kelas. Mereka marah karena aku yang terlalu mencintai bulutangkis, berlatih dan berlatih sampai meninggalkan pelajaran”, Faruq menceritakannya dengan pilu.

“Lalu, kamu mau aku bantu apa?” Balasku yang mulai keberatan, karena takut permintaannya bermacam-macam.

“Aku cuma mau membuktikan sama orang tuaku kalau aku bisa mendapatkan penghargaan dengan kecintaanku terhadap bulu tangkis ini, kan kata ustadz kita, bakat harus ditonjolkan kalau mau sukses” Dia bercerita dengan panjang lebar padaku.

“Terus, kamu mau aku dukung kamu, atau bantuin biaya kamu?” Tanyaku dengan berat hati, karena dikala itu diriku tak memiliki uang yang banyak.

“Gak kok, aku cuman pengen kamu jadi partnerku dalam permainanku, karena mungkin diriku terlalu kecil untuk menjadi pemain tunggal dalam permainan itu” Ajaknya.

“Lah, aku kan gak terlalu mahir dalam permainan bulutangkis! Lagian kamu juga pasti bisa kok jadi pemain tunggal”! Balasku dengan meminta agar tidak dijadikan partner dalam permainannya, aku merasa tak pantas untuk berpasangan dengannya, karena menurutku dia jauh lebih hebat permainannya dibanding denganku.

“Tapi, diluar sana aku terlalu kecil bagi mereka, dan berat untuk ku menghadang mereka sendiri”. Pintanya.

“Aduh, gimana ya!” pikirku dalam hati, untuk membiayai diriku sendiripun aku sedang tak memiliki uang, bahkan membeli raket pun tak bisa.

“Ya udah gak apa-apa, kamu pikir-pikir aja dulu…” Balasnya.

“Oke deh” Balasku dengan perasaan yang gamang mendengar permintaanya yang berat bagiku.

Hari itu kuakhiri dengan penuh pertanyaan, apakah aku sanggup mengabulkan permohonannya dengan kondisi keuanganku yang juga minim, akhirnya kuputuskan aku takkan bisa mengabulkan permintaanya.

Keesokan harinya, kau yang telah dipenuhi dengan keyakinan untuk menolak keinginannya, ketika sang surya mulai meluncur, kunyalakan komputer untuk mengutarakan penolakanku, aku dikagetkan dengan ketukan pintu beserta suara nyaring seseorang mengucapkan salam.

“Assalaamu’alaikum”..

“Wa’alaikumsalam warahmatullah”!... jawabku. Dengan sedikit bingung dan bertanya siapa, karena tidak mungkin ada teman di rumahku yang pagi-pagi begini sudah bertandang ke rumah untuk mengajakku bermain, “apakah ini Faruq?” ucapku dalam hati, masa sih dia mau mengajakku langsung untuk berlatih bulutangkis, “ah gak mungkin…” jawabku, tapi karena rasa penasaranku dengan orang yang mengetuk pintu itu, langsung kuhampiri pintu itu dan kuintip wajah orang itu dari balik jendela,... ya gak kelihatan wajahnya…” ucapku dengan kecewa, ah kenapa gak langsung kubuka saja pintunya untuk menjawab rasa penasaranku tadi.

Segera kubuka pintu, dan aku terkejut melihat seseorang bertubuh mungil mengenakan baju bertuliskan DIADORA di dadanya langsung bersujud didepanku, dia bersujud sambil menangis dan memohon padaku untuk bisa menjadi partnernya.

“Zam, pliss zam, mau ya zam jadi partnerku, pliss” pintanya sambil terus menangis”.

Ah ternyata benar dia adalah Faruq, aku yang masih terkejut melihatnya merasa iba mendengarnya memohon, tidak kuasa untuk mengatakan keputusanku kemarin untuk menolak permintaannya.

“Iya, iya, aku pasti mau jadi partnermu…” balasku dengan santai.

“Bener nih...?” terima kasih banyak ya Zam, Kamu emang teman sejatiku...! kalo gitu ayo sekarang kita mulai latihan!” katanya sambil menarikku untuk segera pergi.

Aku tak bisa berbuat lain dan sungkan untuk menolaknya, tapi langsung kukatakan sesuatu yang mungkin bisa membuat dia agak shock mendengarnya.

“eh, eh, sabar dulu dong, buru-buru amat, entar aku gak jadi nih jadi partnermu…” ancamku

“Ya jangan dong…” katanya sambil memohon kembali.

“makanya sabar, aku kan belum ganti baju…aku juga belum minta izin sama orang tuaku” kataku

“ya udah deh, aku tunggu di depan ya…” ucapnya dengan wajah agak khawatir kalau aku membatalkan rencananya untuk menjadi partnernya.

Setelah perbincanganku dengan Faruq tadi, aku bergegas pergi ke kamar dan menggunakan pakaian olahraga yang seadanya, aku pun keluar dengan membawa raketku yang berharga sepuluh ribuan dan kubeli di pedagang asongan yang lewat di depan rumahku, tak lupa aku meminta izin untuk pergi bersama Faruq kepada orangtuaku, kemudian aku bergegas keluar menemuinya.

“Ayo ruq, aku sudah siap…” Ajakku.

Wajah Faruq tertegun dan memelas sambil memperhatikanku dari unjung kaki sampai ujung kepala, mungkin ia merasa bahwa aku sangat kusut sama seperti yang kurasakan, maka dari itu aku merasa tidak cocok berpasangan dengannya.

“Kenapa ruq?” tanyaku heran melihat wajahnya yang bengong karena pakaianku yang kusut dan bolong di bagian pundak.

“Gak kok, gak apa-apa….” Jawabnya dengan sedikit ragu.

“Nah, ini dia masalahnya ruq, aku gak punya peralatan yang mendukung buat jadi partnermu, nih liat aja, bajuku udah pada bolong-bolong, emang kamu masih mau berpasangan sama aku?” tanyaku dengan halus.

“Nah, ini juga yang pengen aku kasih tahu sama kamu, aku sudah menyiapkan 2 setel pakaian untukmu, dan aku juga punya sebuah raket untukmu! Jadi kamu masih tetap bisa jadi partnerku!” balasnya dengan semangat

“Wah, bagus banget nih!” jawabku dengan semangat, dan aku tersanjung dan merasa indahnya persahabatan, ketika aku perlu, dia selalu ada untuk membantu, ketika dia perlu, aku siap membantu sebisa aku melakukannya.

“Nah, sekarang ayo kita pergi!” ajaknya dengan semangat

“Ok Ruq, aku tau kok gedung bulutangkis yang dekat dari sini, yang mungkin bisa kita gunakan untuk latihan selama beberapa hari ini” ajakku

“Ok Zam…” jawabnya dengan penuh semangat.

Setelah beberapa hari aku latihan bersamanya, aku yang mulai bertanya pada diriku sendiri, apa manfaatnya kalau latihan saja, tidak ada pertandingan pula, terasa jenuh kalau hanya seperti ini saja.

Akhirnya, kuutarakan maksudku dengan Faruq setelah latihan usai.

“Ruq, gimana nih… masa kita hanya latihan aja, kapan kita mengasah kemampuan kita untuk bertanding?” tanyaku dengan rasa penasaran dan semangat yang bercampur aduk.

“Tenang aja, tunggu aja beberapa minggu lagi, kita tunggu waktu yang tepat!” jawabnya dengan santai.

Aku yang masih lugu mengiyakan saja apa yang dia katakan, aku selalu menunggu Faruq memberitahu kabar baik bagiku. Namun, tidak sampai beberapa jam, aku mendengar kabar bahwa Faruq akan mengikuti turnamen bulutangkis sendirian, tapi aku tidak menanggapinya dengan serius, karena kupikir itu hanya sebuah kabar burung yang tidak bisa dipercaya, aku pun pulang dengan tenang ke rumahku tanpa menghiraukan kabar tersebut.

Malam harinya, aku tak bisa tidur, karena masih terngiang akan kebenaran kabar tadi dalam pikiranku, kabar itu seperti memeras otakku, hingga aku merasa hampir gila memikirkannya, aku mulai berfikir untuk mengintainya esok hari.

Keesokan harinya, ketika fajar menyongsong, aku pergi ke gedung yang biasa kugunakan untuk latihan, kebetulan hari itu hari minggu di mana kami tidak menjadwalkan untuk latihan jadi aku berniat untuk melihat keadaan saja, mungkin saja turnamen itu dilaksanakan di gedung tersebut, kerana hari itu memang telah dijadwalkan akan diadakan turnamen bulutangkis tunggal.

Tanpa basa-basi langsung saja kuintip aktivitas mereka yang berada di dalam gedung dari kamar mandi yang berada di belakang Gedung itu, kucari dengan teliti wajah Faruq, dan ternyata memang tidak ada, diriku lega melihatnya, setelah itu bergegaslah aku untuk pulang ke rumah. Tetapi baru beberapa langkah aku berjalan terlihat wajah Faruq yang baru memasuki gedung ini, dia disambut oleh beberapa temanku yang juga mengikuti turnamen ini. Aku kaget dan langsung berlari keluar dari gedung tersebut dan aku langsung mencari temanku yang kebetulan dia cukup dekat dengan Faruq, Ia bernama Haris.

“Ris, kamu tau gak kenapa si Faruq ikut turnamen tunggal?” tanyaku dengan kesal.

“Oh, si Faruq, dia emang dari dulu ingin jadi pemain tunggal”! Masa kamu gak tau?” Dia tuh hanya ngajak kamu jadi partnernya biar bisa latihan lebih serius, kan kamu tuh badannya kuat, jadi disuruh apa aja bisa, begitu katanya” HAris menjawab panjang lebar.

Seketika hancur semua harapanku, patah semangatku mendengar kata-katanya, segala rasa berkecamuk dalam dadaku, aku mulai merasa ingin sekali bisa membuktikan bahwa aku juga bisa mengalahkannya dalam turnamen sekarang. Segera aku bertanya kepada Haris tentang turnamen tunggal bulu tangkis sekarang ini yang ingin aku ikuti.

“Ris, sekarang masih bisa daftar gak yah turnamen ini” tanyaku dengan rasa kesal yang mendalam terhadap Faruq.

“Masih bisa, oh jadi kamu mau ngebuktiin sama Faruq ya, kalau kamu itu lebih jago daripada dia, sini aku daftarin” jawabnya dengan santai.

Setelah didaftarkan oleh Haris, aku langsung duduk di bangku peserta dan menunggu namaku dipanggil oleh panitia, namun ternyata Faruqlah yang bermain duluan, mungkin dia tidak sadar aku mengikuti turnamen ini juga, mungkin karena aku menggunakan masker sekarang ini.

Faruq bertanding dengan penuh kecerobohan, fisiknya yang lemah tak kuasa menahan gempuran serangan lawan, akhirnya dia kalah dalam babak penyisihan pertama> Tak lama kemudian namaku dipanggil oleh wasit, dan akan bertanding segera, karena aku tidak membawa raket, aku meminjam raket Haris. Kulihat wajah Faruq terkejut melihatku mengikuti turnamen ini, tetapi dia mengalihkan pandangannya untuk melihat partai lain. Lalu aku mulai bertanding, karena hatiku penuh dengan rasa ingin balas dendam, akhirnya membuatku tampil buruk hingga akupun tersisih pada babak penyisihan pertama.

Perasaan malu dan menyesal menjalar di hatiku, karena kesombonganku yang merasa bahwa aku lebih hebat daripada Faruq. Seketika itu juga Faruq langsung datang menghampiriku, Ia memelukku disertai tangis haru, sambil kami berbincang-bincang di pinggir lapangan.

“Maaf ya Zam, aku malah ikut turnamen ini sendirian dan mencampakkanmu…” katanya sambil sambil terhisak.

“Iya gak apa-apa aku juga minta maaf ya udah nuduh kamu yang enggak baik…” Balasku

Tak lama kemudian Haris datang, ia berniat untuk mengambil raketnya yang masih kupegang, sambil berkata “Sudah-sudah, lebih baik kalian berdua gabung aja lagi jadi pasangan, aku lihat kalian lebih kompak, dan bermain sangat apik ketika kalian bersama, daripada bermain sendiri, jadi berantakan seperti tadi!” Ucapnya dengan gayanya yang sok santai. Kami tersenyum mendengarnya….

Setelah kejadian itu, kami selalu berlatih bersama, baik Faruq, Haris, maupun aku selalu berlatih bersama, Aku dan Faruq menjadi tim ganda putra dan Haris menjadi pemain tunggal dengan impian dan cita-cita menjadi pahlawan bulutangkis Indonesia dikemudian hari. Akhirnya “Kuda” dan “Marbot” menemukan arti persahabatan yang sebenarnya.
* Marbot adalah pekerja kebersihan di masjid.

Kamis, 23 Juni 2011

Save Me™, Mr. Guitar®...

Sendiri berdiri di sebuah halte. Uang di saku celanaku tinggal dua ribu rupiah. Pulsa telepon genggam ku pun tak mencukupi untuk mengirim barang satu sms pun. Ah, perut keroncongan dan terik siang ini benar-benar membakar kulit. Aku ingin pulang. Tapi tak lagi cukup uang ini untuk mengongkosiku.

Gitar, ya hanya itu yang Aku punya selama ini. Dibalut hardcover hitam yang menjaganya dari debu, dengan PeDe Aku selalu bawa kemanapun Aku pergi. Kenapa gitar tersebut selalu Aku bawa? Karena gitar itu adalah benda yang bisa mendekatkan Aku dengan Ayah. Bermula pada kelas 1 SMP, Ayah sudah mulai mengajariku bermain gitar. Hingga hari ini, gitar adalah satu-satunya “nyawa” bagi kehidupanku di Surabaya. Mulai dari nge-band bersama kawan-kawan seperjuangan, hingga terpaksa mengamen jika Dompetku mulai tipis. Selain itu, gitarku ini sangat berguna. Karena ia dibalut hardcover tebal yang pasti tahan air, jika hujan biasanya Aku jadikan sebagai paying darurat.

Kehidupanku di Surabaya bermula ketika Aku memutuskan untuk hidup di kota seberang, untuk mencari nafkah untukku sendiri. Kenapa aku pindah, alasannya hanya satu. Aku benci keramaian Jakarta. Entah kenapa, hatiku lebih memilih untuk angkat kaki dari Jakarta yang ramai, meskipun Orangtuaku termasuk orang yang berada, tapi Aku benci “keberadaan” mereka. Dengan berat hati, Ayah dan Ibu melepasku untuk pergi ke Surabaya akhir tahun lalu. Ya, meskipun berat,  Aku lebih suka hidup mandiri, ketimbang aku hidup bergantung kepada Orangtua.

Hari ini, Aku berdiri di halte bis untuk kembali ke kosan ku. “Gimana pulangnya nih? Duit tinggal 2 rebu!” batinku kesal dalam hati. Tiba-tiba, Tuhan memberiku pengingat bahwa aku membawa Gitar. “Oh yeah, lets play for them, Mr. Guitar!” batinku girang. Dengan semangat, Aku keluarkan gitar dari cover nya, menaruh cover nya di depanku. Let’s Play! Dengan bersemangat, mulai Aku nyanyikan lagu-lagu The Beatles kesukaanku. “Its been a hard day’s night…” nyanyiku. Beberapa orang mulai meperhatikan dengan kagum. Setelah lagu Hard Days Night usai, applause mulai berdatangan kesana kemari, tak lupa juga, dari tangan orang-orang dermawan itu meluncur uang pecahan ribuan. Alhamdulillah. Tapi, hari itu ada seorang gadis yang membuat special. Siapa namanya? Entahlah, aku hanya melihat dia sekilas saatku menyanyi tadi. Dengan paras wajah yang sederhana, dia mampu memikat hatiku yang sedang gundah. Amboi, siapa gerangan dia? Ah, sudahlah. Yang terpenting saat ini adalah aku bisa kembali ke kamarku yang nyaman. Alhamdulillah.

“Allahu Akbar, Allahu Akbar…” Suara adzan syahdu ini membangunkanku untuk segera shalat shubuh. Hari ini hari Minggu. “Ngapain ya enaknya?” Batinku. Mulai melucur beberapa ide, tapi yang Aku lakukan hanya satu, aku kembali ke halte untuk menyanyi lagi. Sekaligus mencari tahu siapakah gadis yang kemarin memikat hatiku. Di sana, tidak seperti yang kubayangkan. Ramai luar biasa ramai. Orang berlalu-lalang layaknya semut yang sedang keluar dari sarang. “Batalin aja kali yak?” kataku sangsi. Akhirnya, dengan keputusan amat berat, aku kembali ke kosan karena mempertimbangkan keraimain halte tadi. Selamat tinggal gadis “Sang Pengikat Hati”. Mungkin engkau bukan jodohku.
“Masya Allah, mana dompetku?” kataku panik. Sementara sang kenek bus sudah mneriakkan tempat tujuan di mana kosan ku berada. “Weleh, bejimane nih urusannye? Gimana lagi gue bayarnya?” Batinnku mulai panik. Aku cari hingga ke dalam kaus kaki yang biasanya tersimpan recehan seribu-dua ribu, juga tidak ada. Jurusanku sudah mulai dekat, Aku mulai panik dan mecoba membuka cover gitar. Alhamdulillah, untungnya sisa uang kemarin masih ada yang aku sisakan di dalam box gitar ini. Masalah bus selesai, tapi bagaimana masalah uang untuk membayar kosanku? Ya Allah.

“Tut, tut, tut…” bunyi yang mengusik itu mengganggu tidur lelapku. Hari ini aku harus kembali ke  kantor. Kembali ke halte bus lagi, aku menunggu bus yang menuju kantorku. Tak kusanangka, gadis yang kemarin aku lihat juga duduk untuk menunggu bus. Siapa dia? Tapi setelah kulihat badge seragamnya, nama dia Sarah. Oww, nama yang indah. Tapi, yang aneh, sebelumnya aku tidak pernah melihatnya. “Sapa aja!” kata hatiku dengan semangat. Hendak Aku Katakan “Hai”, tapi apa boleh buat, kami terburu-buru karena bus sudah datang. Ahh, sayang sekali. Aku urungkan niatku untuk menyapanya di bus, karena malu luar biasa. Tak sampai beberapa menit, Aku segera turun dari bus tersebut, karena kantorku cukup dekat.

4.00, waktu kerjaku sudah habis. Dan tentu, uangku juga sudah habis. Aahh, bagaimana ini? “Masa harus ngamen lagi?” batinku kesal. “Gengsi dong ama temen-temen” pikiranku berkata. “Tapi, daripada nggak bisa pulang?” batinku. Ah, korbankan saja gengsi mu! Aku hendak pulang! Mulai saja Aku mengeluarkan Mr. Guitar dari cover nya. Jrennnggg… “Close Your Eyes..” lagu All My Loving dari The Beatles kunyanyikan dengan senang hati. Tidak seperti biasa, kali ini tidak ada yang menghiraukan Aku. Ku coba lagi untuk menyanyi lagu yang lebih familiar dengan Mr. Guitar. “Hey you… Got that something..” I Want To Hold Your Hand dari The Beatles kali ini cukup menyita perhatian orang sekitar.Dipojok, diantara kerumunan penonton, Aku lihat jelas orang yang cukup resmi, terhormat dan pasti terkenal. Tapi, wajahnya aku kenali dengan akrab. “Reno?” batinku sangsi. Apa benar itu Reno kawan SMA dulu? Ku beranikan diri untuk menyapanya. “Reno!!!” sapaku keras. “Siapa ya mas?” Reno memandangku. “Fero, kelas XI IPA yang dulu nge fans ama Beatles. Masa lupa?” jawabku dengan detail. “Masya Allah, ternyata kamu. Apa kabar rek? Makin keren aja main gitarmu” jawabnya sembari jalan. “Baik-baik aja kok Ren, kamu gimana nih? Jadi Major Label perusahaan apa nih?” Jawabku. “Ah, kamu bisa aja Fer. Aku Cuma jadi Major Label Apple Recording Indonesia.” Jawabnya bangga. Apple adalah tempat recording The Beatles di tahun 1960-an. Kebetulan, Aku dan Reno juga penggemar The Beatles pada masa SMA dulu. “Fer, Aku ada proyek nih. Proyeknya juga cukup besar. Mau ngga?” tanyanya kepadaku. “Wah, proyek apaan nih?” jawabku. “Gini, Aku punya rencana buat bikin band baru yang tribute buat The Beatles. Karena tadi kamu nyanyi keren banget, Aku tawarin kamu jadi Vokalis plus Gitaris kayak John Lennon gitu. Mau nggak?”. Waw, tawaran yang sangat menggiurkan buatku. “Ehmmm, gimana ya Ren, ntar deh aku pikir-pikir dulu. Boleh minta nomer HP-mu kan? Kalo Aku setuju dengan tawaran kamu, ntar kita ketemuan lagi deh.” Jawabku. “Oke, no problem. Pokoknya, kalo bisa secepatnya ya. Soalnya, band tribute ini akan dikirim ke Liverpool untuk The Beatles Week Festival.” Jawabnya. Ok, akhirnya obrolan singkat itu akhiri.

“Mas, Aku jadi nerima tawaran sampean. Bisa ketemu ndak hari ini?” tulisku di Handphone-ku dan mengirim ke Reno. HP-ku bergetar, kubuka dan kubaca. “Oke mas. Kita ketemuan di kantor kamu lagi aja. Jam 10.00 ya mas.” Jawabnya.  Ah, waktu masih lama. Aku lebih baik ke halte lagi. Mungkin saja gadis yang dengan misterius memikat hatiku ada di sana. Bersiap dengan Mr. Guitar, Aku bergegas ke halte. Benar saja, di sana Aku langsung bertemu dengan gadis itu lagi. Tak sabar, langsung saja Aku duduk di sebelahnya. “Maaf mbak, dari mana ya mbak?” tanyaku basa basi. “Ehmm, saya anak rantau dari Jakarta. Kalo kamu?” jawabnya malu-malu. “Wah, sama dong kayak saya. Kuliah? Atau sudah kerja?” tanyaku. “Masih kuliah kak, di ITS.” Jawabnya. “Ooo.” Jawabku. Amboi  rasanya. Bisa kenalan dengan dia. Akhirnya, sebelum jam 10.00 dia pergi. Aku pun segela pergi untuk bertemu dengan Reno.
“Assalamu’alaikum Ren.” Sapaku. “Walaikumsalam. Duduk, duduk.” Jawabnya. “Jadi gini, kemarin saya udah dapet 3 personil lagi. Kita langsung saja ya ke studio untuk perekenalan, sebelum lusa ke London.” Apa? London?! Asiiiikk! Langsung saja aku katakana iya. Di Studio, Aku bertemu teman baru yang punya ability  yang sama denganku. George “Heri” Harrison, Ringo ‘Rony’ Star dan Toni McCartney. Setelah perkenalan, kami langsung berlatih dengan alat-alat bersejarah milik Personil Beatles tersebut. Ahhh, begitu menyenangkan hari ini.

Duarrr! Bunyi itu terjadi tepat di belakang kepalaku. Sontak semua kaget dan hampir puluhan pasang mata tertuju pada ramdoor pesawat. Dari speaker kudengar ada pengumuman untuk tetap tenang. Secara tiba-tiba, ada sesorang yang menghampiriku. Dari postur tubuhnya, bisa aku kenali dia berasal bukan dari Asia. Hidungnya mancung, tinggi dan berkulit putih. Memakai baju, celana hingga jas putih. Semakin dekat dan dekat. Dia menghaampiriku dan tanpa Aku sadari, Aku didorong olehnya. Keluar pesawat, dan akhirnya terbangun. Huft. Untung ini hanya mimpi. Hari ini adalah hari yang kutunggu. Jam 10.00 nanti, Aku dan para personil The BeatLess hari ini segera ke London. Keesokan harinya, kami baru pergi ke Liverpool untuk tampil di The Beatles Week Festival. Oh ya, kami juga wakil satu-satunya dari Indonesia dan dari Asean. Hari itu begitu menyenangkan dimana kami disambut dengan baik oleh KBRI di London dan dipersilakan untuk tampil disana. Di London, kami juga tak lupa berwisata. Meski lelah setelah perjalanan jauh, tampang kami tak sedikitpun kuyu pada saat kamera mulai mengambil gambar. Di hari kedua kami di Inggris, kami mulai beranjak ke Liverpool untuk mengikuti The Beatles Week Festival di depan museum The Beatles. Dengan semangat, kami mulai menyanyikan lagu-lagu yang fenomenal dan yang menurut kami everlasting song.  Tiba-tiba, terdengar pengumuman terror bom di sekitar area Beatles Week Festival. “Please to all visitor and audience to leave the area, because we have a bomb terror. SAVE YOUR LIFE!!!!” peringatan dari corong pengumuman di setiap sudut ruangan. Sirene mulai dibunyikan. Dengan sontak, kami dan penonton lain mulai meninggalkan lokasi. “Oh ya, Mr. Guitar!!!!!” kataku. Pikiranku buncah karena aku teringat gitar tersebut. Aku segera kembali ke lokasi yang diancam terror. Dengan jantung yang mulai menabuh dengan kencang, Aku segera mencari dimana Mr. Guitar. Duarrr!!! Ledakan tak terelakkan. Aku melihat hal itu dengan mata kepalaku sendiri. Namun, ada yang aneh di sini. Dari balik asap itu, Aku melihat ada yang janggal. Lengkap dengan alat musik yang di tenteng oleh seseorang yang bertangan kidal. “One, two, three, GO!! Close Your eyes..”. Masya Allah, ITU PAUL MCCARTNEY!! Ckckck, sangat kreatif sekali tim penyelenggara acar ini. Untuk memunculkan salah satu personil Beatles yang sangat fenomenal, mereka membuat kejutan ancaman bom. Aku dan teman-teman lainnya mulai memadati panggung yang sebelumnya tempatku bermain, kini sudah diisi oleh Paul McCartney dan Bandnya. Alhamdulillah, mimpiku tercapai untuk bertemu Paul. “Hey, you there! Want to play together with me?” suaranya lantang. Ternyata, Paul mengajakku untuk bermain bersama di panggung tersebut. Tanpa ba-bi-bu, Aku dengan senang hati menuju stage dan langsung bernyanyi dengan Mr. Guitar-ku.

Hari ini, hari terakhir diriku berada di Negara sepak bola. Di Negara monarki terbesar. Ah, rindu rasanya untuk bernyanyi, mengobrol dengan orang-orang di sini. Ya Allah, izinkan Aku untuk bisa menginjakkan kaki lagi di Negeri ini. Setelah sampai di bandara Soekarno-Hatta, Aku dan personil The BeatLess segera berpisah jalan. 2 hari setelah Aku mendarat di Surabaya, Aku mendapat surat dan cek dari Reno. Surat tersebut berisi ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada seluruh personil The BeatLess yang telah bersedia untuk hadir di The Beatles Week Festival. Selain itu, cek yang diberikan cukup besar, sekitar 35 juta rupiah. Wah, cukup juga untuk kembali pulang ke  Jakarta. Rindu juga Aku dengan ayah. Thanks Mr. Guitar, without you, I can’t go to Liverpool. Without you, I’m nothing.

Mau tau sekuel dari "Save me, Mr. Guitar"? Tunggu edisi selanjutnya pada liburan Kenaikan Kelas (Juni-Juli) Be There!!!

dikirimkan oleh: DAIKAWESA (Dika Muhammad Ridlo) dulu sahabat gw di NFBS,,, hehe

Rabu, 22 Juni 2011

Diriku!!!

Terimalah...
oleh: Wahid Adha

diriku
inilah aku
diriku yang selalu berusaha
berusaha menjadi diriku sendiri
berusaha menjadi yang terbaik
berusaha menjadi orang yang terpandang
kutanamkan kerja keras dalam diriku
ku kerjakan semua usahaku

tapi kenapa
kenapa semua orang tidak menghargai
orang itu hanya berpendapat
mengeritiki
dia tak tahu usahaku
memang aku sekarang sudah berubah
aku berbeda dengan yang dulu
mungkin hampir 180 derajat
tapi
aku selalu berusaha
berusaha menjadi terbaik

namun apa hanya kritikan yang kau beri
aku sangat menginginkan kehangatan
kehangatan dimana kita saling menasehati
tapi apa sekarang seperti itu
aku rasa tidak
mereka hanya mengkritik
mungkin saja mereka membicarakan ku dibalik tirai
aku tak tahu apa-apa
tapi aku rasakan itu

mengapa tuhan...
mengapa diriku ini
diriku hanya inginkan kehangatan
diriku hanya ingin berubah menjadi baik
tapi kenapa
banyak sekali rintangan
bantu aku tuhan
bantulah diriku yang hina ini
tuhan
hanya engkau tempatku menadahkan tanganku
hanya engkau yang bisa membantuku dalam hal apapun
jadi tolonglah aku sekarang ini

Selasa, 21 Juni 2011

Belajar Ngaji di Pasar Tanah Abang

Rustam adalah seorang lulusan pesantren salafiyah di Petir. Akan tetapi ketika ia pulang ke kampung halamannya, semua orang di kampungnya selalu menggunjingnya karena Rustam dianggap sebagai orang yang gagal, tidak sukses secara materi dan kedudukan sosial, masih menganggur. Kedua orangtuanya pun ikut terpengaruh pula oleh omongan para tetangga, membuat mereka merasa menyesal pernah memasukkan Rustam ke pesantren. Rustam merasa tidak betah tinggal di rumah, ia memutuskan untuk melakukan Riyadhah (penyucian diri) dengan berpuasa selama 11 hari, dan berbuka hanya dengan air putih saja. Rustam merasa harus meninggalkan kampung halamannya

Di pasar tradisional Rau Serang, Rustam selalu menghabiskan hari berpuasanya dengan menjadi kuli angkut untuk mendapatkan uang berbuka puasanya. Pada malam hari Rustam tidur di mesjid pasar, dan menjadi Muadzin pada shalat Shubuh. Rustam sangat menyukai kehidupan barunya sebagai orang yang tidak dikenal, dan orang yang bisa mencukupi dirinya sendiri.
  Meskipun Rustam bukanlah siapa-siapa, tetapi semua pedagang dan para kuli di pasar Rau, hampir semuanya mengenal Rustam yang jujur. Apalagi, Rustam sendiri sebenarnya memiliki perawakan yang sempurna. Tubuhnya jangkung, wajahnya tampan, dan berkumis jarang seperti Nikolas Saputra. Itulah Rustam, hanya saja sangatlah sulit untuk melihat ketampanan seseorang jika kita bukanlah orang yang berada, hanya kuli pasar. Rustam tetap dipandang bukanlah siapa-siapa meskipun dia setampan Nikolas Saputra, bahkan lebih.
Akan tetapi pandangan semua orang di pasar Rau terhadap Rustam mendadak berubah ketika pada suatu hari, di mana pada hari itu adalah hari terakhir Rustam berpuasa,  terdapat seorang kuli yang mengamuk seperti macan karena kesurupan. Semua orang ketakutan, terbirit-birit, bersembunyi, tak ada yang berani mendekati kuli yang mengamuk seperti macan tersebut. Setiap orang merasa putus asa, mengeluh karena tidak ada yang bisa menghentikan.
Rustam kenal baik dengan orang kesurupan tersebut. Kuli yang kesurupan itu adalah teman sesama kulinya yang bernama, Marwan. Keadaan di pasar Rau terasa mencekam, semua orang ketakutan, dan barang-barang dagangan porak poranda karena diacak-acak Marwan. Pada saat-saat genting seperti itulah Rustam memberanikan diri, maju mendekati temannya.
Salah seorang pedagang pakaian bernama, Haji Kasidin, berusaha menahan Rustam, membujuknya agar mengurungkan niatnya yang ingin menghentikan kegilaan Marwan. “Sudahlah.. jangan kau nekad seperti itu, biar kita panggil dukun saja.. atau polisi,”
Rustam tersenyum simpul, bagaikan Nikolas Saputra yang main di film Ada apa dengan cinta. “Maaf pak Haji, Marwan itu bukan kesurupan.. jadi tidaklah perlu dipanggilkan dukun.. dia hanya depresi saja, oleh karena itu dia kehilangan kesadaran dirinya,”
Tetap saja Haji Kasidin merasa cemas akan keselamatan Rustam. “Bagaimana kamu bisa yakin? Bagaimana kalau perkiraanmu itu salah?”
Rustam masih tersenyum ramah pada Haji Kasidin. Dengan penuh kerendahan hati, ia berkata. “Saya sering melihat orang yang kesurupan, dan untuk kasus ini, saya yakin kalau Marwan itu tidak kesurupan, tetapi sedang depresi karena istrinya kabur,”
Rustam segera meninggalkan Haji Kasidin, ia berjalan ke arah Marwan, mendekatinya. Tetapi Marwan melangkah mundur, sementara Rustam tetap mendekati Marwan dengan perlahan, melangkah maju dengan penuh kewaspadaan. Melihat Rustam yang makin mendekat, Marwan menatap tajam sambil mengerang seperti suara harimau. Karena merasa terancam dengan Rustam, maka, Marwan pun merunduk, memasang posisi kuda-kuda, bersiap menyerang Rustam. Meskipun Rustam sudah melihat reaksi Marwan yang sudah bersiap menyerangnya, Rustam tetap pula terlihat tenang. Bahkan ketika Marwan melompat, menerjang Rustam dengan sekuat tenaga. Dengan mudahnya Rustam bisa mematahkan serangan terkaman dari Marwan, dan menguncinya. Begitu Marwan sudah terkunci, Rustam lalu mengikat tangan dan kaki Marwan dengan kencang.
Rustam segera mengambil satu ember berisi air bekas cuci piring milik tukang bakso, lalu menyiram Marwan dengan air tersbut, kemudian menampar wajah Marwan dengan sangat keras.
“Ayo sadar kamu.. bikin susah orang saja,” kata Rustam, tegas.
“Aduh ampun.. ampun.. kenapa saya bisa diikat seperti ini,” kata Marwan, merasa heran melihat dirinya yang terikat.
“Alhamdulillah.. kamu sudah sadar,”
Semua orang di pasar Rau merasa terkagum-kagum melihat aksi Rustam yang berhasil menyadarkan Marwan. Khususnya bagi Haji Kasidin, ia merasa bahwa Rustam bukanlah orang sembarangan. Kejujuran dan keahlian yang dimiliki Rustam adalah sesuatu yang langka di dunia ini. Haji Kasidin merasa bahwa Rustam adalah orang yang tepat untuk dijadikan wakilnya dalam meluaskan usahanya di Tanah Abang. Selama ini Haji Kasidin selalu gagal menjalankan usahanya di Tanah Abang karena banyak anak buahnya yang melarikan diri dari Tanah Abang akibat rawannya daerah tersebut dari preman.
“Apakah ada bedanya antara orang yang kesurupan dengan orang yang depresi? Mereka terlihat sama ketika mengamuk!,” kata Haji Kasidin bertanya pada Rustam.
“Ada tuan haji! Perbedaan itu sangat terlihat jelas,” jawab Rustam.
“Ya..ya..” ujar Haji Kasidin mengangguk-nganggukkan kepalanya. “Saya baru tahu jika orang yang depresi pun bisa kehilangan kesadarannya seperti orang yang kesurupan,” lanjutnya, sambil menatap Rustam lekat-lekat, menaruh harapan yang begitu besar padanya. 
*
Jarang sekali ada orang Banten yang bisa sukses menjalankan usahanya di Tanah Abang. Sekarang, dengan kehadiran Rustam di pasar Tanah Abang. Dengan membawa amanah dari Haji Kasidin, untuk membuka kios pakaian. Membuat penasaran semua orang yang mengenal Rustam: Apakah Rustam akan menjadi salah satu dari beberapa orang Banten yang bisa sukses menjalankan usahanya di Tanah Abang? Tidak ada satu orang pun yang bisa memastikan. Sebenarnya, Rustam tak mau berjualan barang pakaian milik Haji Kasidin, karena ia merasa dirinya awam mengenai ilmu perdagangan, ia merasa tak mampu untuk memikul amanah sebesar itu. Akan tetapi, Rustam juga tak bisa menolak permohonan Haji Kasidin yang berharap begitu banyak padanya, karena dalam diri Rustam pun menginginkan ada peningkatan ekonomi dalam hidupnya. Kesempatan sudah ada di hadapannya, dan Rustam tak mau melewatkannya. Lagipula Haji Kasidin pun sudah bisa menerima keadaan Rustam yang masih awam mengenai ilmu dagang. Yang Rustam tahu hanya berkata jujur saja, dan Haji Kasidin menganggap bahwa kejujuran yang dimiliki Rustam sudah cukup, lebih dari cukup bahkan.
Para pedagang di pasar Tanah Abang itu pada umumnya terkesan bersifat individualis. Seperti orang yang melihat hantu, para pedagang di Pasar Tanah Abang itu terkesan paranoid kepada setiap orang yang baru datang, seperti Rustam.Haji Kasidi pun sudah bisa menerima keadaan Rustam yang awam mengenai ilmu dagang, hanya kejujuranlah yang Rustam miliki.HH Bagian beradaptasi itu merupakan bagian yang paling Rustam tak mengerti tentangnya. Karena sifatnya yang bersih dari segala ambisi, maka yang Rustam bisa lakukan hanyalah tersenyum kepada semua orang yang dilihatnya, terutama kepada sesama pedagang yang bertetanggaan dengannya. Itulah Rustam, pedagang yang polos dan murah senyum. Semua pedagang di pasar Tanah Abang pun pada akhirnya bisa menerima kehadiran Rustam, dan mempercayainya.
Sekarang, setelah selama seminggu berjualan kain dan pakaian di Tanah Abang, Rustam kini telah mendapat banyak teman baru dari sesama pedagang. Dan yang paling akrab adalah seorang pedagang pakaian peranakan Tionghoa yang sangat cantik bernama, Linda Chow. Sebelum kedatangan Rustam di Tanah Abang, Linda sama sekali tidak mempercayai bahwa di dunia ini ada satu pedagang yang jujur tanpa ambisi mendapatkan keuntungan dengan segala cara. Sampai akhirnya ia melihat Rustam yang tidak memperdulikan dengan keuntungan. Begitulah Rustam, karena konsepnya akan kejujuran dan kemurnian hati, Rustam bisa mendapatkan kepercayaan yang begitu besar dari orang-orang sekitarnya.
Kepercayaan dan penerimaan yang di dapatkan Rustampun menjadi kian besar, ketika pada suatu hari, Rustam menemukan keganjilan pada toko pakaian milik Linda. Pada pagi buta seperti hari ini, Rustam menemukan toko pakaian milik Linda itu sepi tanpa ada yang menjaga. Rustam khawatir dengan toko Linda yang tidak dijaga, ia mencari-cari Linda di setiap sudut toko. Setelah mencari ke semua sudut, Rustam akhirnya menemukan satu kamar mandi yang tertutup rapat, dikunci dari dalam. Rustam berteriak memangil nama Linda, namun pintu kamar mandi tidak kunjung dibuka. Karena merasa sangat khawatir, Rustam mendobrak pintu kamar mandi, dan ia menemukan Linda sudah terbaring lemas di lantai kamar mandi dengan mulut mengeluarkan busa, dan tangan kanannya yang menggenggam botol isi ulang Baygon. Rustam terkejut dengan apa yang ditemukannya, ia lalu segera berlari, kemudian memanggil ambulans. Beruntung bagi Linda, karena Rustam bisa bertindak cepat. Nyawa Linda akhirnya tertolong karena diselamatkan para petugas medis yang dengan sigap segera membawa Linda ke rumah sakit.
Di ruang perawatan Pasien, Rustam menunggui Linda yang kini terbaring lemas di ranjang. Dengan penuh kesabaran, Rustam menanti temannya sadar dari tidurnya yang panjang. Dan begitu Linda membuka matanya, ia tersenyum, kemudian wajahnya kembali bermuram durja.
“Seharusnya kamu tidak menyelamatkan nyawa saya. Saya akan pergi menemui sang juru selamat, dan kamu menghalangi saya,” kata Linda, lirih.
“Juru selamat? Bagaimana kamu mau menemui juru selamat jika di sini saja kamu tidak selamat,” kata Rustam, tegas.
Linda diam, tidak menjawab, ia merenungi perkataan temannya, Rustam. Ada benarnya juga perkataan Rustam itu, Linda menangis, merasa berat untuk menerima kenyataan kebenaran dari perkataan Rustam. “Bagaimanakah saya mejalani kehidupan sebagai pedagang jika setiap satu minggu sekali ada saja gerombolan preman meminta uang keamanan dari toko saya?”
“Ei.. ei.. ei.. kamu jangan khawatir, jangan sampai kekhawatiranmu terhadap preman tersebut membuatmu berkeinginan untuk bunuh diri. Itu salah. Kita harus hadapi kehidupan ini seberapapun susahnya, jangan menyerah,” kata Rustam.
Linda tersenyum mendengar perkataan polos yang menghibur itu dari mulut Rustam. Ia merasa senang karena ia tidak sendirian di dunia ini, ia mempunyai teman yang selalu mendukungnya.
Setelah Linda sudah sembuh dan kesehatannya sudah pulih, Rustam dan Linda kembali menjalankan usahanya di Tanah Abang. Situasi perdagangan pun kembali normal. Tetapi tidak untuk hari ini, ketika segerombolan preman berbadan besar, dengan lengan yang dipenuhi dengan tato, kuping dan hidung yang ditindik, datang ke pasar Tanah Abang untuk menagih uang keamanan kepada semua pedagang. Rustam yang sedang sibuk menawarkan barang dagangannya pada pelanggannya, terpaksa harus termangu, membisu ketika melihat pelanggannya lari terbirit-birit karena kedatangan sepuluh preman kasar yang mendatangi tokonya. Gerombolan preman itu memang bukanlah orang yang ramah. Mereka semua tak mengenal istilah sopan santun. Maka dengan sangat kasar, sepuluh orang preman itu meminta uang keamanan pada Rustam dalam jumlah yang bukan main besarnya. Tetapi Rustam menerima perlakuan kasar dari para preman itu dengan sambutan yang ramah. Tetap saja sambutan ramah dari Rustam tidak menghasilkan sesuatu yang berarti, karena para preman itu tetap memaksa Rustam untuk membayar uang keamanan pada mereka.
Rustam merasa bingung, barulah dua minggu ia berjualan, apalah yang mesti dibayarkan pada para preman jika Rustam merasa tidak memiliki apa-apa. Merasa diremehkan oleh penolakan Rustam yang halus, para preman itu mengancam akan merusak toko Rustam, kemudian setelah itu mereka akan memukuli Rustam. Ancaman kekerasan dari preman tersebut tidaklah membuat Rustam gentar. Dengan tenang, Rustam mengatakan pada para preman tersebut bahwa ia siap menghadapi mereka di luar tokonya, karena di luar Rustam merasa lebih leluasa untuk menghadapi kesepuluh preman yang mengancam usahanya. Kesepuluh preman tersebut keluar dari tokonya Rustam, bersiap untuk menghabisinya. Saat Rustam berjalan keluar, Rustam meminta kepada para preman agar mengizinkannya untuk melakukan pemanasan. Dan begitu Rustam diperkenankan oleh para preman untuk melakukan pemanasan. Rustam mencabut satu batang lidi dari sapu lidi, lalu dengan satu batang lidi itu ia membuat lingkaran di atas tanah tempatnya berpijak, setelah lingkaran itu selesai dibuat, Rustam membaca ayat Kursi di dalam hatinya. Rustam lalu mengatakan kepada para preman bahwa dirinya sudah siap menghadapi mereka, begitu ia sudah merasakan ketenangan bathin dari surat ayat kursi yang dibacanya dalam hati.
“Hai Tambunan.. coba kau dulu yang menghadapi orang itu,” kata salah seorang preman kepada temannya.
“Bah.. senang sekali hatiku mendengarnya, baiklah..” kata Tambunan dengan logat medannya yang khas. Kemudian segera berlari, hendak menerjang, menjatuhkan Rustam.
Seperti orang yang terserempet mobil bus, Tambunan langsung terpental ketika berlari untuk menerjang Rustam, badannya yang besar terjerembab ke tumpukan telor bebek di toko sembako. Semua orang yang ada di pasar merasa aneh dengan pemandangan itu, padahal Rustam masih duduk tenang di dalam lingkaran yang ia buat, ia sama sekali tidak tersentuh karena Tambunan tak bisa masuk ke dalam lingkaran. Lama bagi Tambunan untuk bisa bangkit kembali, sekarang ia merasa badannya telah lemas tak berdaya meskipun ia sudah bangkit dengan susah payah. Teman-teman Tambunan pun, terheran-heran melihat temannya terpental jauh hingga jatuh tanpa ada sebab.
“Hei para preman.. untuk menyingkat waktu, kalian semua boleh menyerang saya sekaligus, tidak perlu satu-satu. Tidak apa-apa, saya sudah siap menghadapi kalian semua,” kata Rustam, tersenyum.
Kesembilan teman Tambunan merasa tersulut emosinya mendengar perkataan merendahkan dari Rustam. Linda yang sedari tadi melihat pertarungan yang tidak seimbang itu, berteriak pada kumpulan preman yang hendak menyerang Rustam. Linda berusaha menghentikan pertarungan dengan ucapannya. “Kalian jangan macam-macam dengan Rustam! Dia itu orang Banten!” 
    Untuk barang sejenak, kesembilan preman itu berdiri mematung, hanya bisa memandangi Rustam yang masih duduk tenang di atas tanah dengan lingkaran yang telah dibuatnya, melingkari tempat Rustam duduk. Namun apa mau dikata, karena merasa sudah terlanjur emosi, juga karena rasa penasaran. Kesembilan preman itu akhirnya memaksakan diri, berlari menerjang Rustam. Hasilnya sama saja, kesembilan preman itu terpental jauh, tersungkur ke tanah.
   “Aduduh.. bukan main orang Banten ini, macam mana orang Banten ini, sepertinya yang kita hadapi ini bukanlah orang sembarangan!” kata salah seorang preman, sambil menahan rasa sakit di dadanya, karena terantuk keras dengan gerobak siomay.
“Betul itu Ruhut.. orang yang kita hadapi ini sepertinya memiliki kesaktian,” jawab salah seorang temannya kepada Ruhut. “Lebih baik segera kita tinggalkan tempat ini,”
“Ya..ya.. ada benarnya ucapan kau.. itu,” kata Ruhut.
Kesepuluh preman itu lalu segera bangkit dan kemudian meninggalkan pasar Tanah Abang sambil menahan rasa sakit. Tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan selain pergi. Semua pedagang yang ada di lokasi kejadian, juga para pembeli, kesemua-muanya bersorak-sorai, bergembira melihat kemenangan Rustam. Dengan rasa aman, Rustam pun akhirnya bisa keluar dari lingkaran yang telah ia buat. Mendapat sambutan yang meriah. Rustam tersipu. Apalagi sewaktu Linda menghampirinya dan memberinya perhatian yang besar. Rustam benar-benar merasa tak tahu harus berbuat apa. Meski begitu, Rustam tetaplah orang yang rendah hati, ia masih murah senyum kepada semua orang.
Setelah kejadian perkelahian Rustam dan para preman. Kini, hubungan Rustam dan Linda menjadi makin dekat. Tidak jarang Linda selalu menanyakan arti Islam kepada Rustam karena terpesona akan kejujuran dan ketaatan Rustam kepada syariat agama. Keluarga Linda juga merasa tidak berkeberatan melihat hubungan Rustam dan Linda yang semakin dekat. Semua keluarga Linda merasa berhutang budi kepada Rustam karena pernah menyelamatkan nyawa Linda. Perilaku yang polos penuh kejujuran dari Rustam telah menggambarkan agama Islam dengan sejelas-jelasnya tanpa ada lagi ceramah panjang yang membosankan, Linda jatuh cinta pada Islam, dan jatuh cinta juga pada Rustam. Linda akhirnya masuk Islam dan menikah dengan Rustam di KUA (Kantor Urusan Agama).
Setelah menikah, usaha dagang Rustam makin maju. Rustam sekarang telah menjadi orang kaya, kini ia tak lagi menjalankan usaha milik Haji Kasidin, ia sudah memiliki usaha sendiri. Ketika pulang kampung, semua orang yang semula meremehkan Rustam, kini menghormati dan memuji Rustam. Tetapi Rustam masih Rustam yang dulu, Rustam yang polos dan jujur dan rendah hati. Tidak bisa di sangkal dalam diri Rustam, jika ia pun merasa senang dengan menjadi orang kaya. Dengan menjadi orang kaya, Rustam bisa melakukan sesuatu yang tak bisa ia lakukan ketika ia masih susah, yaitu kegiatan bersedekah. Rustam merasa senang dengan kegiatan sedekah. Bahkan ketika ia melihat orang-orang di kampungnya itu membuat posko sumbangan di jalan raya, mengemis uang untuk membangun mesjid di kampungnya yang tidak terurus. Rustam benci melihat kegiatan minta-minta itu. gooblook… gooblook.., bukan ini yang dimaksud dengan kegiatan yang disenangi Allah, ini benar-benar menjatuhkan martabat agama, Pikirnya.
Rustam menyumbangkan sejunlah uang yang besar untuk pembangunan mesjid di kampungnya. Semua orang di kampungnya itu merasa senang, tetapi sebelum memberikan sumbangannya, Rustam mengajukan syarat kepada warga kampungnya agar tidak melakukan kegiatan minta-minta lagi di jalan raya. Semua warga menyanggupi syarat dari Rustam. Begitu syarat yang diajukannya telah disanggupi penduduk, Rustam menyumbangkan uangnya untuk dibelikan barang-barang material dan segala sesuatunya yang diperlukan dalam pembangunan renovasi mesjid. Semua biaya pembelian barang-barang material, dan biaya pembangunan mesjid, Rustam yang menanggung. Telah terjadi perubahan besar di kampung Rustam semenjak ia kembali dari Tanah Abang. Tak ada lagi fasilitas sosial dan fasilitas ibadah yang rusak di kampung Rustam, karena Rustam memperbaiki semuanya. Dan Rustam tak merasa berkeberatan untuk membantu semua pembangunan di kampungnya. Sekarang Rustam telah menjadi kebanggaan kampungnya.
“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam menjalani hidup. Cukup dengan modal jujur dan prasangka baik, kedua modal itu sudah bisa mencukupi hidup, Allah akan menjamin segala kesejahteraan kehidupan kita,”
Abah Mufassir
dikirimkan oleh: Rully Ferdiansyah

Kata Mutiara Untuk Mempertahankan Semangat Hidup!!! Be The Best!!!

Pesan dalam kumpulan kata-kata mutiara ini tidak akan pernah menyentuh jiwa yang kerdil, pemalas, pesimis, mudah patah semangat, tidak percaya diri, serta tidak memiliki cita-cita!
  • Apabila kamu tidak bisa berbuat kebaikan kepada orang lain dengan kekayaanmu, maka berilah mereka kebaikan dengan wajahmu yang berseri-seri, disertai akhlak yang baik (Nabi Muhammad Saw.)
  • Pahlawan bukanlah orang yang berani menetakkan pedangnya ke pundak lawan, tetapi pahlawan yang sebenarnya ialah orang yang sanggup menguasai dirinya ketika ia marah (Nabi Muhammad Saw.)
  • Tiga sifat manusia yang merusak adalah : kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti, serta sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan (Nabi Muhammad Saw.)
  • Cintailah orang yang kau cintai sekedarnya saja, siapa tahu, pada suatu hari kelak, ia akan berbalik menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah orang yang kau benci sekedarnya saja, siapa tahu, pada suatu hari kelak, ia akan berbalik menjadi orang yang kau cintai (Imam Ali RA)
  • Manusia yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang lebih lemah dari itu adalah orang yang mendapatkan banyak teman tetapi menyia-nyiakannya. (Ali bin Abi Thalib)
  • Kita berdoa jika kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan rezeki melimpah (Khalil Gibran)
  • Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi jalan dan dilempari dengan batu, tapi membalas dengan buah (Abu Bakar Sibli)
  • Karena manusia cinta akan dirinya, tersembunyilah baginya aib dirinya. Tidak kelihatan olehnya walaupun nyata.  Kecil di pandangnya walau bagaimana pun besarnya (Jalinus At Thabib)
  • Persahabatan adalah hal tersulit untuk dijelaskan di dunia ini. Dan, itu bukan soal yang Anda pelajari di sekolah. Tetapi, bila Anda tidak pernah belajar makna persahabatan, Anda benar-benar tidak belajar apa pun (Muhammad Ali)
  • Maafkanlah musuh-musuh Anda, tapi jangan pernah melupakan nama-namanya (John F. Kennedy)
  • Bila rahasia sebuah atom dari atom-atom tersingkap, rahasia segala benda ciptaan, baik lahir maupun batin akan tersingkap, dan kau takkan melihat pada dunia ini atau dunia yang akan datang kecuali Tuhan (Syaikh Ahmad Al-Alawi)
  • Kata yang paling indah di bibir  umat manusia adalah kata “Ibu”, dan panggilan yang paling indah adalah “ibuku”. Ini adalah kata yang penuh harapan dan cinta, kata manis dan baik yang keluar dari kedalaman hati. (Kahlil Gibran)
  • Sahabatmu adalah kebutuhan jiwamu yang terpenuhi. Dialah ladang hatimu, yang dengan kasih kau taburi dan kau pungut buahnya penuh rasa terima kasih. Kau menghampirinya di kala hati gersang kelaparan, dan mencarinya di kala jiwa membutuhkan kedamaian. Janganlah ada tujuan lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya jiwa (Kahlil Gibran)
  • Jadikan deritaku sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan di atas segalanya adalah kekuatan Yang Maha Esa (Bung Karno)
  • Orang bijak adalah dia yang hari ini mengerjakan apa yang orang bodoh akan kerjakan tiga hari kemudian (Abdullah Ibnu Mubarak)
  • Sifat cinta sama seperti sifat air dan tanah. Apabila Anda tidak cukup menggali, yang Anda peroleh adalah air yang keruh. Apabila Anda cukup menggali, yang Anda peroleh adalah air yang bersih dan jernih (Hazrat Inayat Khan)
  • Hati Anda belum hidup kalau belum pernah mengalami rasa sakit. Rasa sakit karena cinta akan membuka hati, bahkan bila hati itu sekeras batu (Hazrat Inayat Khan)
  • Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan, dan saya percaya pada diri saya sendiri (Muhammad Ali)

Senin, 20 Juni 2011

Pola Pikir Anak2

Kecurigaan dan kelakuan anak terhadap orang tua

1. Anak selalu merasa bahwa dirinya tidak di sayang
2. Anak selalu memperhitungkan segala sesuatu yang telah ia lakukan untuk orang tuanya
3. Anak selalu membingungkan harta warisan
4. Anak selalu berfikir orang tuanya pilih kasih terhadap saudaranya
5. Anak selalu merasa terkekang oleh orang tuanya
6. Anak selalu merasa lebih pintar dan membantah nasihat orang tuanya
7. Anak selalu menganggap remeh sesuatu pekerjaan yang telah diberikan
8. Anak selalu membentak orang tuanya saat berbicara
9. Anak selalu menganggap orang tua tidak punya belas kasihan saat anaknya di suruh bekerja keras dan bersusah payah dahulu
10. Anak selalu menganggap orangtua bisanya hanya marah dan marah lagi tiada habisnya
11. Anak selalu mengganggap bahwa orangtua sangat pelit dan tidak menyanyanginya ketika anak minta uang atau sesuatu tidak dikabulkan
Rahasia yang tidak diketahui oleh anak

1. Anak tidak mengerti bahwa di setiap doa dan harapan orang tua nama anak selalu di ingat
2. Orang tua tidak pernah memberitahukan mengenai pengorbanannya selama melahirkan anda
3. Orang tua telah mempersiapkan harta warisan untuk anaknya, hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menyerahkan
4. Anak tidak mengerti jika dibalik sepengetahuannya orang tuanya selalu memuji anak di depan saudaranya
5. Anak tidak mengerti bahwa semua yang di lakukan orang tuanya hanya untuk kebaikan masa depan anak
6. Anak tidak mengerti bahwa orang tuanya telah menjalani kehidupan yang lebih keras dibanding anak
7. Orang tua tidak rela melihat anaknya hidup bersusah – susah di tempat orang lain.
8. Anak tidak mengerti setiap kali ia membentak, hati orang tua akan bergetar dan menyebabkan umurnya lebih pendek
9. Anak tidak mengerti bahwa sebagian orangtua memberi pelajaran hidup untuk bekerja keras dan bersenang-senang kemudian. Orang tua akan menyesal bila nantinya saat meninggal justru anaknya hidup kesusahan
10. Anak tidak pernah menyadari bahwa marah dan teguran orangtua adalah peringatan bahwa ada yang salah dalam hidup anaknya untuk tidak diulangi. Bila orang tua sudah tiada siapa lagi sanggup mengingatkan kesalahan anak selain orangtua.
11.Anak tidak menyadari sebenarnya orangtuanya menangis dalam hati ketika menolak keinginanan anak karena masalah keuangan atau keinginan anaknya itu bisa berseiko dan berbahaya untuk anak

Arti Sebuah Bintang

Gemintang berkerlip indah, langit sangat bersih, walau  bulan belum  menampakkan sinarnya,namun tak mengurangi indahnya malam itu, langit beserta isinya seakan turut gembira menyambut kedatangan bulan baru yang sangat dinanti oleh jutaan ummat muslim seantero jagat. Ramadhan. Yah esok hari Ramadhan datang. 
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  Ditemani                
 suami tercinta , aku duduk diteras sambil melepas penat setelah seharian tadi  melakukan bedah rumah , sudah menjadi kebiasaan kami,  menjelang Ramadhan, selalu melakukan bersih-bersih rumah , untuk sekedar  mencari suasana baru . Mulai dari dapur hingga ke sudut kamar. Kebetulan sehari menjelang Ramadhan , semua sekolah di daerah kami diliburkan jadi ada waktu luang untuk berbenah. Semua anggota keluarga dilibatkan tak terkecuali kedua buah hatiku. Sambil menunggu adzan Isya, kami bercakap-cakap tentang target yang akan dicapai selama Ramadhan tahun ini.
                Diruang tengah lelaki kecilku ( 8 tahun ) dan adiknya ( 6 tahun )   masih asyik dengan karya mereka,membuat sebuah papan prestasi yang akan menemani perjalanan Ramadhan mereka. Papan terbuat dari 4 buah karton  hitam yang di gabung sehingga berbentuk layaknya sebuah black board, kemudian kami hiasi dengan tulisan  warna—warni dan beberapa tempelan gambar penunjang agar terlihat menarik, aku sudah menyiapkan sejak  kemarin, sekarang tinggal menempelkan hiasannya saja.  Papan ini nantinya digunakan untuk menempelkan bintang –bintang prestasi yang akan  aku berikan kepada kedua buah hatiku jika mereka berhasil melakukan amalan selama  bulan Ramadhan . Bintang orange untuk puasa, bintang hijau untuk sholat 5 waktu, bintang kuning untuk tilawah Qur’an . Bintang prestasi yang sudah terkumpul nantinya akan ditukar dengan hadiah diakhir Ramadhan . Ini aku lakukan sebagai salah satu cara untuk memotivasi  anak-anak yang masih dalam tahapan berfikir konkrit, dimana mereka belum mampu membayangkan arti sebuah pahala yang  disediakan Allah.
                      “Nak, ayo segera selesaikan papan prestasinya, sebentar lagi adzan berkumandang, kita akan sholat Isya  disambung   tarawih berjama’ah “ aku beranjak dari teras  disusul suami, menghampiri kedua buah hatiku, sedikit membantu menempelkan ornamen agar bisa selesai sesegera mungkin, mengingat beberapa menit lagi adzan Isya berkumandang.
                      “ oke,  finish,  tempel sekarang yah mi ?  “ teriak sulungku , aku mengangguk sembari meminta tolong kepada suami untuk membantu mereka menempelkannya di dinding  rumah.
Dibantu sang Abi akhirnya  mereka menempelkannya diruang belajar.  Selesai sudah. Kedua buah hatiku mengamati hasil karya mereka dengan senyum tersungging dan  mata berbinar. Puas melihat hasil pekerjaan sendiri.
                      “ Aku akan mengumpulkan bintang sebanyak-banyaknya, biar kolom bagianku penuh  “ ujar sulungku semangat.
                      “ Aku juga “ sahut sang adik tak mau kalah.
                       Kedua buah hatiku telah menancapkan azzam mereka, semoga dimudahkan.  Adzan Isya  berkumandang, kamipun bergegas ke Masjid.
                       Selepas Isya, sebagai penghantar tidur kedua buah hatiku , aku membacakan buku  seputar  puasa Ramadhan. Belum juga selesai membacakan buku itu, sulungku memotongnya, rupanya rasa ingin tahunya lebih kuat dan tak sabar untuk menunggu aku menyelesaikan bacaan.
                        “ Mi, kenapa sih orang Islam harus puasa ? “  tanyanya memotong bacaanku.
                        “Karena Allah, Tuhan kita  memiliki sifar Ar- Rahim.. sayang ,  Ar- Rahim  artinya Maha Penyayang, Allah sangat sanyang  kepada kita sebagi  HambaNYA.  Allah ingin kita semua sehat , dengan berpuasa  tubuh kita lebih sehat dan kuat ,  karena memberi kesempatan lambung untuk beristirahat sejenak  dari kerja kerasnya menggiling makanan yang masuk ke dalam perut kita,setiap jam malah mungkin tiap menit selama berbulan-bulan, capek kan  kalau terus-terusan kerja  ? “ aku mencoba memberi penjelasan dengan berusaha untuk tidak menggunakan Doktrin. Sulungku mendengar penjelasanku dengan seksama, sang  adik yang disebelahnya hanya lirik sana, lirik sini, pura-pura serius, walaupun aku tak yakin ia memahami apa yang aku bicarakan. Beda dengan sulungku yang sudah beranjak 9 tahun, ia lebih bisa menangkap makna dari pembicaraan yang sering aku lakukan.
                        “ Selain itu juga , Allah ingin memberikan pelajaran kepada kita dengan ikut merasakan penderitaan saudara-saudara kita  yang kekurangan , mereka yang  kurang beruntung dari kita, jangankan untuk membeli jajanan, seperti yang sering kita lakukan, jalan-jalan ke Mall , jajan Pizza, atau jajan mainan, untuk mengisi perut mereka dengan beberapa suap nasi pun , terkadang tidak bisa mereka lakukan karena tidak memiliki uang untuk membelinya, bahkan mungkin bisa berhari-hari perut mereka tidak diisi oleh nasi.  Seperti dua anak jalanan yang tempo hari pernah kita temui di Jakarta sana,  mas,  masih  ingat kan ? “
                        “ eemmmm....oh iya , aku ingat , waktu kita jalan – jalan  ke Pasar Festival  kan  mi, aku ingat, dua orang adik kakak,kalau nggak salah namanya Intan dan Ruri,  duduk diemperan toko, diam saja , rupanya mereka sedang menahan lapar karena sejak kemarin belum diisi perutnya. “ anakku mencoba mengingat peristiwa itu, sebuah peristiwa yang sangat menyentuh nurani kemanusaiaanku , dua orang anak kecil , mungkin usianya tidak terpaut jauh dengan kedua anakku, badan kurusnya yang terbalut baju kumal, bergetar karena menahan lapar. Rupanya dua hari mereka belum makan. Rupanya kedua  buah hatiku merasakan hal yang sama . Segera mereka mengulurkan tangan mereka untuk sedikit membantu penderitaan kedua anak jalanan itu. Ternyata peristiwa itu masih diingatnya.
                       “ Kasihan mereka ya mi, bagaimana rasanya nggak makan dua hari yah ? sehari saja aku pasti nggak kuat . “ ungkapnya mencoba berempati.
                       “ Iya deh mi, aku janji mulai besok akan coba puasa sehari penuh “ tekad sulungku
                       “Alhamdulillah, Insya Allah, kalau diniatkan akan menjadi mudah nak . “  aku mencoba menguatkan.
                        Ramadhan tahun ini memang aku bertekad ingin mengajarkannya puasa sehari penuh, setelah 2 tahun sebelumnya ketika dibangku TK mencoba mengenalkan berpuasa seperempat hari, kemudian tahun berikutnya setengah hari.
Kututup percakapan malam itu dengan memberikan beberapa tips agar bisa berpuasa sehari penuh, mengingat ini adalah pengalaman pertama sulungku.
              ***
Esok harinya,
                 Ramadhan pertama dilalui kedua buah hatiku dengan semangat menggebu, mungkin berbekal azzam yang kuat,  didukung makan sahur yang  cukup seimbang , ada Karbohidarat ,  lauk protein , sayuran berkuah yang disenangi anak-anak , semua terpenuhi, ditambah lagi iming-iming hadiah dari ummi-abinya , hingga jam 12 siang, sulungku masih enjoy  menjalani puasa pertamanya, bahkan ia masih aktif bermain dengan teman-temannya. Sedangkan sang adik sudah dari jam sepuluh berbuka. Baru ketika jarum jam merangkak ke angka dua siang tubuh sulungku mulai terlihat lunglai, tak bertenaga, tergeletak didepan Televisi seusai menonton kartun. Aku biarkan dia tertidur. Kurang lebih jam tiga sore mulai terdengar rintihannya.
                  “ Ummi...haus ”  sayup terdengar suara sulungku dari dapur,  tempat aku sedang beraktivitas mempersiapkan menu berbuka. Segera kuhampiri dirinya.
                  “ Sabar yah nak, tiga jam lagi  bedug maghrib, insya Allah ”   sambil mengelus kepalanya aku mencoba menghibur.  Sulungku mengangguk. Aku tawarkan untuk berendam di bak mandi atau dibacakan cerita, rupanya ia lebih memilih untuk dibacakan cerita saja. Akhirnya aku bacakan sebuah buku cerita sambil mengipasi badannya. Agak hangat .  Tapi  alhamdulillah tak begitu rewel. Beberapa menit kemudian tertidur lagi, kutinggalkan ia untuk melanjutkan aktivitas dapurku.
                 Selang satu jam  aku menghampirinya kembali , ku sentuh dahinya, panas, badannya juga panas  tapi mengeluarkan keringat dingin, wajahnya pucat.  Aku jadi khawatir. Teringat dengan cerita seorang  kawan tentang  BALITA yang dipaksa ibunya untuk berpuasa,sampai terkena dehidrasi hingga akhirnya meninggal karena tidak tertolong. Segera aku bangunkan ia untuk mengetahui apakah kondisinya baik-baik saja.
                         “ Mas...mas...bangun nak.  “ tak ada reaksi, aku makin khawatir.
                         “ Mas...mas haus yah “ aku goyangkan tubuh kecilnya dengan agak keras, sambil berbisik di telinganya , berharap ia mendengar suara umminya lebih jelas. Matanya mulai terbuka sambil mengerjap perlahan, mata bulatnya telihat agak sayu.
                         “ Ummi...aku haus...” katanya dengan suara sangat pelan, bahkan aku yang jaraknya sangat dekat  pun tidak mendengarnya . Dari gerakan bibirnya aku mengetahui kalau dia merasakan haus. Sungguh  tak tega melihat kondisi itu . Tapi aku mencoba menguatkan diri.
                         “ Iya, Ummi bisa merasakannya sayang, nggak apa-apa kalau memang mas belum mampu  puasa sehari penuh, buka saja, mas kan baru belajar, buka yah   “ akhirnya aku tak kuasa untuk menahannya tetap puasa, sungguh kekhawatiran seorang ibu melihat lelaki kecilnya yang biasa super aktif, tergeletak tak berdaya karena menahan haus dan lapar.
                         “Enggak ah,  aku enggak mau buka, aku masih kuat kok mi, cuma lemes aja rasanya dan sangat haus “ ia  menggeleng cepat, ketika aku menawarkannya berbuka. Suaranya pelan tak seperti biasanya saking tak bertenaganya.
                         “ Aku mau dapat bintang yang banyak. Kalau aku buka berarti bintangku melayang, bintang melayang berarti hadiah pun melayang  . “  O.. la...la..., ini rupanya yang membuat sulungku bersikukuh melanjutkan puasanya, rupanya efektif juga memberikan hadiah sebuah bintang untuk mereka, fikirku.  Trenyuh plus bangga dengan sikap teguhnya.
Ia pun melanjutkan, “ Selain itu juga, aku  ingin merasakan , ternyata begini rasanya orang yang tidak makan sehari  yah ? aku jadi ingat Intan sama Ruri mi , yang belum makan selama dua hari “   dengan wajah sendu  masih tetap dalam posisi tidur.

                          Subhanalloh, maha suci Allah Sang penjaga kesucian hati buah hatiku ini. Aku peluk ia untuk memberikan kekuatan.
                          “ Bener  ?  mas masih kuat  menahan haus satu setengah jam lagi ? “  tanyaku menyakinkan. Ia mengangguk.
                         “ Buka nanti ,  aku pingin es sirup yang diinnggiiiinnn sekali, agar hilang hausku, tiga gelas yah mi “ pintanya. Segera aku jawab dengan anggukan yang kuat.
                          “ Pasti sayang, Ummi akan menyiapkannya untukmu. “  aku menjawab dengan perasaan haru.
                         “ Tapi aku boleh tidur lagi mi ? kalau tiduran jadi sedikit  merasakan haus, nanti begitu bedug magrib, bangunkan aku yah ? “ pintanya lagi. Aku balas dengan senyuman cinta untuknya.
                          “ Tentu sayang, tentu boleh , ummi juga ikut mendo’kan supaya mas diberikan kekuatan oleh Allah untuk  melanjutkan puasanya sampai bedug maghrib “  sekali lagi aku memberikan kekuatan kepadanya.
 Aku peluk erat anak sayangku itu dan aku bisikkan ditelinganya  betapa aku  bangga memiliki anak sholeh seperti dirinya. Dia tersenyum, manis sekali . Akhirnya ia melanjutkan istirahatnya hingga adzan Maghrib bergema.


Dibuat oleh: Mantan Guru SDIT Nur Fatahillah, Ustadzah Sasmi
                                 bisa dikunjungi di: http://www.facebook.com/profile.php?id=100000024296835